entahlah yang namanya cinta emang paling susah buat dicerna secara nalar, hmm kadang kita rela menunggu atau menyakiti diri sendiri hanya untuk menunggu orang yang bahkan tak mau menengok pada kita.
rumit memang tapi memang begitu kaidahnya.
Kamis, 23 Januari 2014
Rabu, 22 Januari 2014
KAU MEMBUAT KU MENIUP LILIN INI
Malem ini tanggal 18 januari 2014 saya mau nulis lagi ni dan kali
ini ditemni kopi item yang manis, kali ini saya akan menggebrag dengan
cerpen Happy ending saya :D ciya bahasanya, ini novel tantangan dari hani. Oke
lest write
Denting jam yang berirama sama dan
membosankan menemaniku mala mini dikamar yang nyaman ini. Ditemani oleh boneka
beruang besar yang ku peluk sedari tadi. Tiba-tiba aku tersentak kaget oleh
bunyi Guntur yang datang menyusul cahaya gagah sang kilat. Kemudian terdengar
iringan irama indah dari titik air yang jatuh dari atas langit menerpa atap
kamarku, ya gerimis dating dengan segera aku bergegas menjulurkan lenganku
untuk membuka jendela kamar dan menikmati gerimis itu. Aku sangat takjub
dengan gerimis, menurutku gerimis adalah hal paling romantic yang diciptakan
tuhan ke dunia. Pikiranku terpental jauh kembali ke masa dimana aku masih
berseragam putih abu-abu kenangan yang selalu mampu membuatku untuk tersnyum
sendiri dan akhirnya meneskan bulir kecil air mata dari kelopok mata ku.kala
itu masa romansa sekolah yang indah saat dimana aku masih menjalin tali kasih
dengan Rio.dulu kami sering berjalan , bercanda dan tertawa di lorong-lorong
gedung sekolah yang cukup megah, kala itu harapanku dibawa melambung tinggi dan
digantungkannya di atas pelangi, betapa aku merasa sangat bahagia kala itu.
Sebelum akhirnya Rio sendiri yang menghapus pelangi itu dan terhempaslah
seluruh harapanku kebumi dan hancur berkeping-keping.malam ini mulai bergulir
tets airmata ku kala mengingat ujung kisah romansa remaja ku.
Aku tak tahu sampai kapan aku ter
ombang-ambing dan tenggelam dalam kenangan-kenangan masalaluku. Aku masih
beranjak dari cinta yang Rio jeratkan kepada ku. Meski kini dia telah
meninggalkan aku dan pergi dengan Melia seorang gadis yang kini satu kampus
dengannya. Meski kami tak lagi saling kontak, namun slalu aku menguntit nya
lewat berbagai status yang kau tulis lewat akun jejaring social nya. Hmm dalam
hati ini aku mengucap lirih “apa mungkin aku akan selamanya hidup dalam
kenangan? Aku sakit, aku tau aku tak mau sakit lagi, tapi mau gimana lagi aku
terlanjur menikmati rasa sakit ini. Mau sampai kapan?”.slalu kata itu yang
muncul kala mengingat hal itu. Hujan reda, kembali aku pada beruang besarku dan
memutar lagu theman who can’t be move milik the script.dan itu tandanya aku
akan terlelap.karena setiap aku akan tidur selain do’a malam yang kupanjatkan
lagu itu yang aku repeat dan manemaniku hingga aku terlelap.
Pagi menjelang aku bangun dan ambil wudhu
untuk menghadap sang pencipta melalui 2 rakaat untuk menguatkan imanku dan
tanda ketaatanku kepadanya. Setelah solat aku selalu curhat kepada tuhan. Pagi
dating sang fajar mulai memancarkan sinarnya namun tak tembus hingga ke sudut
gelap hati ini. Aku mandi pukul 06:30 dan setelah selesai aku tampak lebih
segar dan cantik.aku turun dari kamar ku dan dibawah sudah menunggu
Ayah,Ibu,dan adikku Rani. “Sarah ayo cepat turun dulu sini yang lain udah
siap”, suruh ibu. “iya bu” jawabku yang diiringi oleh langkah cepat kaki ku.
Kami sarapan bersama dan pukul 10:00 aku berangkat kuliah dengan sepeda college
ku. Sampai dikampus aku tidak terlalu memperhatikan apa yang dijelaskan oleh
dosenku. Pikiran ku masih dikuasai bayangan yang dating semalam. Hujan turun
dan saat aku hendak memaksakan untuk menerobos hujan tiba-tiba aku ditarik oleh
seorang cowok yang aku sendiri tidak mengenalnya. Dia menyodokan paying dan
berkata “mahasiswa semester akhir tidak boleh sakit, banyak tugas menanti”
ucpnya sambil meninggalkan aku yang masih terpaku dan merasa aneh dengannya.
Aku membuka paying dan pulang dengan kayuhan pelan diatas sepeda ku. Hingga
sampai dirumah aku masih saja terfokus pada cowok itu. Siapakah dia?
Keesokan harinya aku mencari-cari wajah
sang pemberi paying misterius itu. Hingga mataku tertuju pada seorang yang
duduk dibawah pohon yang sedang memainkan gitar. Aku mendekatinya perlahan
karena sosoknya yang kemarin ku lihat samar, jadi wajar aku takut salah orang.
Dan ternyata tidak itu memang dia sang pembiri paying misterius, aku langsung
saja menyodorkan paying itu. Dia menengak dan berkata “lain kali jangan maksain
buat nerobos hujan” ujarnya. “oke thanks” jawabku singkat dan mulai berpaling.
Tiba-tiba cowok itu bangn dan mengulurkan tangannya “Raka fakultas ilmu
bahasa” kenalnya tanpa ekspresi. “sarah anak seni” jawabku. Dia melepaskan
jabatan tangannya dan kembali meninggalkanku sambil berkata ketus “aku udah
tau”. Aneh banget ini cowok. Setelah kuliah selesai aku sempatkan dulu ngafe
untuk menikmati secangkir vanilla latte’ minuman favoritku. Apa kamu tau apa
yang mengejutka saat aku memasuki kafe? Raka si cowok aneh itu ada disitu, di
kafe yang sama. “kamu ngapain disini?” tanyaku. “aku? Lagi mampir aja kangen
sama vanilla latte’ disini” jawabnya. Kamu suka vanilla latte juga yah?”
tanyaku. “menurutmu?” jawabnya ketus. “duduk jangan ngobrol sambil berdiri”
lanjutnya. Mulai dari secangkir vanilla latte’ sore itu aku mulai mengenal
Raka, dan dari pertemuan itu, juga kerena memiliki kesamaan yang sama
kami mulai sering menikmati vanilla latte’ bersama.
Dering handphane ku siang itu sedikit
mengagetkan ku, ternya ada sms dari raka
Raka : “sar, ngafe yuk sini temenin aku, mau nggak?”
Aku yang lagi bête gara-gara masih belum bias move on. Mengiyakan
ajakan itu. Sesampainya disana aku disambut lambaian tangan raka yang
mengisyaratkan kalau dia duduk disana. Aku duduk dan memulai pembicaraan. “Kok
ngjakinya aku sih? Emang cewek kamu kemana ?”. “hahaha aku single sekarang,
lagi mencoba jadi Duta Move On.” Jawabnya. “Duta Move On ? ada ada saja,
emangnya sekarang kamu kerja dimana?” Tanyaku penasaran. “ Ya ngajak orang buat
Move On lah” jabar Raka. Sejenak aku terdiam dan dating pelayan membawa dua
cangkir vanilla latte’ dan sepiring kentang goring. Aku memilih untuk meneguk
sedikit minumanku sebelum mulai berbicara, karena aku ragu, aku takut salah
orang buat curhat. Namun pikirku tak apalah hanya obrolan kecil sajah yang
terjadi paling. “aku belum bias meniup lilin ini” kata pertama yang aku
ucapkan. “hahaha” Raka tertawa mendengar kata-kata ku. Suasana sejenak hening
dan mulai terdengar sayup irama yang taka sing ditelinga ku ternya dugaan ku
benar music yang ku dengar lagu the man who can’t be move, lagu pengiring lelap
ku. “lilin gak akan pernah jadi phipllips sampai kapanpun”. Menggugahku dari
lamunan ku. “aku tau itu gak mungkin terjadi tapi mau bagaimana? Aku sudah
nyaman dengan lilin ini meskipun gelap” jawab ku. “ada cahaya di depan, kamu
tinggal berdiri buka hati kamu, dan gapai cahaya itu, tapi jangan lupa kamu
tiup lilin itu dulu, jangan kamu bawa lilin itu pada cahaya, karena fokusmu
akan terpecah dan jika lilin itu masih kau bawa saat kamu dapet cahayaitu,
lilin itu dapat habis dan apinya jatuh membakar semuanya, gelap sar, kamu gak
dapet cahaya, lilin pun hilang” kata-kata di akhir percakapan.
Sesampainya dirumahaku masih saja memikirkan kata-kata itu. Dia
benar, aku harus bias, tapi aku tak mampu. Tiba-tiba handphone ku berbunyi dan
ada sms dari Raka
Raka : “mau aku bantu tiup lilinnya? Mau aku tunjukin cahaya yang
cerah? Cumin tinggal raih tanganku aja ko”
Aku tak tahu maksud pesan itu, apa dia serius? Atau hanya
kata-kata dari sang duta move on yang coba buat aku melek? Entahlah, tapi
sedikit bias membuat aku merasa lebih kuat untuk berdiri.
Kuliah usai, sore itu raka mengajakku kea
tap gedung kampus untuk menikmati senja. “kalau senja menurut kamu indah enggak
sar?” Tanya Raka pada ku. “indah, romantis aja menurut ku sama seperti gerimis”
jawabku sambil melayangkan senyum. “kalau ada senja yang indah dan romantic,
buat apa kamu nunggu pelangi dimalam hari?” aku tersentak dengan ucapan Raka
itu. Dia benar-benar membuatku bangun dari masa laluku. “Sarah, kamu mau enggak
jadi aurora yang jauh lebih indah dari pelangi buat ku?” Tanya raka sambil
menatapku dalam. Tatapannya sangat dalam namun ada rasa yang belum bias aku
tuntaskan aku benar-benar risau, aku memilih meninggalkan Raka sendiri tanpa
mengucapkan apa pun di ujung sunset itu.
Malam itu aku benar-benar tak bias tidur.
Dilemma antara menunggu pelangi di malam hari atau menggapai aurora yang jelas
jauh lebih indah dari pelangi? Aku turun ke lantai bawah berharap ibu belum
tidur karena aku sangat membutuhkan nasehat ibu tentang ini. Syukur ibu belum
lelap, aku duduk disampingnya yang sedang membereskan jemuran. “kamu belum
tidur sar? Besok berangkatkan?” Tanya ibu. “engga bu, besok cuman ngasih tugas
kecil ke dosen bu,gak ada kuliah, bu…. Boleh enggak bu sarah Tanya bu? Ucapku
memulai curhat pada ibu.”Tanya apa? Perasaan ? atau kuliah? Kalai kuliah ibu
jelas kurang tahu kan ibu cumin lulusan SMA nak” jawab ibu hangat. “enggak ko
bu bukan kuliah, bu ada cowok yang nembak sarah, tapi sarah enggek jawab bu”
ujarku. “kenapa gitu? Kalo kamu gak suka suka bilang aja jangan bikin orang
nunngu nak” jawab ibu. “bukan gitu bu, sarah nyaman sama dia, tapi susah buat
sarah lupain Rio bu” jelasku mulai meneteskan air mata. “sarah anak ibu yang
cantik yang lau udah biarin berlalu, anggep aja itu kenangan yang kelak kamu
certain ke anak kamu, kaya cerita ibu sama ayah, kamu masih muda cari cerita
yang indah, cerita kamu masih panjang, jadi jangan disia-siain cumin nulis
cerita sejarah ber ulang-ulang , muda itu cumin sekali sar, dulu ibu juga
pernah sakit hati , tapi ayah kamu gigih banget buat hati ibu kebuka dan nerima
ayah, toh ayah sukses buat itu”. Ujar ibu. Aku baru menyadari itu dan aku
kembali ke kamar ku dengan kebiasaan ku.
Esok itu aku kulih siang karrena hanya
memberikan tugas ke dosen. Aku tak melihat ssok Raka di kampus, aku coba ke
kafe Raka pun tak ada disana. Hmm hari mulai sore dan aku kembali ke kampus
untuk solat dan sehabis solat aku naik kea tap gedung, ternyata Raka sudah ada
disana dengan kebiasaannya menatap langit sore yang indah. “eh sarah” sapa
Raka. “hay ka,sendirian aja, aku temenin yah” basa-basi ku. Aku berkata
“tidak ada daun jatuh menyalahkan angin”. “bener, kalo aku jadu duan aku juga
gak akaan nyalahin angin angin, karena jatuhnya aku akan hancur dan menjadi
pupuk untuk pohonka” jawab Raka santai namun mantap. Saat itu aku sangat yakin
Raka adalah sosok yang tepat untuk ku. “Raka, kamu mau enggak jadi malaiatku?”
pinta ku. “aku enggak mau” jawab Raka singkat dengan senyum manis yang tergurat
di bibirnya. “kamu marah sama aku soal kemarenyah?” Tanya ku penuh kecewa takut
kehilangan kesempatan untuk bersamanya. “enggak dong, kalau pun aku jadi
malaikat akan ku potong sayapku untuk bias merasakan cinta bersamamu.
Karena malaikatpun akan iri padaku karena aku bias merasakan cinta, dan cinta
ku aku berikan sepenuhnya pada mu sar” jesa raka sambil menatap ku.
Bulir air mata bahagia dating bersama pelukan yang ku layangkan ke
tubuh tegap Raka. “kamu buat aku sadar dan kamu buat aku meniup lilin ini”,
meski gak secerah mentari tapi kamu letera super terang buat aku”. Kita menik
mati sore itu berdua dengan tangan saling terkait dan aku sangat nyaman saat
kepala ku ku sandarkan di bahunya,
Sekarang aku tahu jawaban dari penggalan
lirik lagu the man who can’t be move “how can I move on when I still in love
with you?”. Lupain kenangan, tiup lilin, stand up, and wellcome to the true
light. Sesakit-sakitnya atau seindah-indahnya masa lalu itu hanya akaan menjadi
dongeng masa depan. Jalan terus saat kamu sampai tujuan baru kamu boleh nengok
ke belakang. Inget tiup lilin sebelum jalan menuju cahaya yang haqiqi. Itu kata
Raka Duta Move On ku.
- DUTA MOVE ON -
- MURA -
Label:
muhammad ivan ramdhon
Langganan:
Postingan (Atom)